Resource

Potensi


 Tabloid Seputar Ponorogo Edisi 5 // 31 Januari - 5 Februari 2012

Buah Naga Sakti Sooko
Antara Keuntungan dan Kesehatan

Bukan hanya menawan rupanya, namun juga cantik khasiatnya. Selain itu yang paling juara adalah nikmat rasa dari cucuran airnya. Sehingga, Buah Naga masih tetap menjadi buah favorit. Walaupun terbilang selangit harganya, namun juga selangit, rasa, aroma, dan khasiatnya.


Buah Naga memiliki ciri khas berwarna merah, biasanya sering dikonsumsi dalam bentuk buah segar. Tepat sekali, andai buah ini dipilih sebagai buah pelepas dahaga. Karena buah Naga mengandung kadar air tinggi sekitar 90 persen dari berat buah. Namun dalam kemajuan zaman seperti ini jangan salah, Buah Naga acapkali dikonsumsi dalam bentuk juice, sari buah, manisan, serta selai. Ataupun dengan kekreatifan sendiri bisa dibuat apa saja sesuai selera. Demikianlah, maka bukan sesuatu yang mengherankan jika buah Naga sangat banyak penggemarnya. 


Harta Karun
Buah sebesar kepalan dua tangan ini, ternyata menyimpan segudang kekayaan. Harta karun yang tak ternilai untuk kesehatan. Buah Naga dapat menyeimbangkan kadar gula darah, pelindung kesehatan mulut, pencegah kanker usus, mengurangi kolesterol, pencegah pendarahan dan mengobati keluhan keputihan. 
Selain itu buah ini banyak mengandung protein yang mampu meningkatkan metabolisme tubuh. Juga mengandung zat besi untuk menambah darah. Vitamin B1 untuk mencegah demam. Bagi anak-anak pas untuk menambah selera makan, karena mengandung vitamin B2. Ada lagi, kandungan vitamin B3 untuk menurunkan kadar kolesterol, serta Vitamin C barmanfaat untuk menambah kelicinan, kehalusan kulit dan jerawat.Semua kandungan itu adalah harta karun bagi beberapa orang yang senang mengkonsumsinya. Jadi lengkap, kecantikan luarnya didukung khasiat dalamnya. 


Budidaya 
Melihat khasiat yang sangat mencegangkan itu, ternyata di Ponorogo tak perlu mencarinya jauh-jauh. Potensi perkebunan Buah Naga telah dirintis di Kecamatan Sooko. Salah satu perintis budidaya ini yaitu Jumadi, petani setempat. “Saat itu tahun 2005 di Ponorogo belum ada yang membudidayakan Naga, saya mencoba ide dari teman yang ada di Kediri,” tutur ceritanya mengawali. 
Budidaya berkembang kepada para tetangga. Walhasil, di Sooko banyak sekali petani yang berpindah menanam Buah Naga. Modal yang digunakan memang cenderung tinggi. Cerita dalam Jumadi, dulu ia membudidayakan buah naga dengan modal awal Rp. 25 juta. Bukan jumlah yang sedikit bagi kalangan kaum petani di Ponorogo. “Ini nilai tinggi, tidak sedikit petani yang mau turut membudidayakan, tapi takut dulu akan permodalan,” tandasnya.
Namun, di sisi lain Buah Naga sangat mudah perawatannya. Tidak banyak menguras waktu dan tenaga. Kendala yang dihadapi hanya binatang Bekicot pada saat tanam, dan Burung pada masa panen. Jumlah modal yang besar dirasa tak seberapa, jika dibanding dengan harga jual yang fantastis dan banyaknya permintaan pasar. 
Memang untuk menghasilkan buah yang baik dan segar harus dijaga pemupukannya. Ini pun tak harus banyak mengeluarkan uang, karena pupuk kandang ternyata lebih berperan baik. “Saya menggunakan pupuk alami (pupuk kandang), malah subur dan segar buahnya,” tutur Jumadi. Budidaya Naga menjadi potensi yang menjanjikan. Bahkan untuk menguasai pasar konsumen akan sangat mudah, hal ini juga disebabkan oleh sedikitnya budidaya buah tersebut.


Penjualan
Harga Rp. 20 ribu per kilo laris manis di pasaran. Bahkan Jumadi tak perlu bersusah payah membawa ke pengepul. “Saya cukup menanti di rumah, para penikmat buah sudah datang sendiri menyerbu,” ungkap Jumadi. Dengan cara sederhana tanpa promosi ini saja, Jumadi mampu menjual habis Buah Naganya sekali panen. Bahkan ia mengaku tidak pernah punya stok, malah yang seringkali terjadi adalah kekurangan untuk memenuhi pesanan dan pembeli. 
Modal yang harus disediakan diawal memang banyak, namun penghasilan pun akan setara dengan apa yang sudah dikeluarkan. Dicontohkan Jumadi dari kebun miliknya yang hanya ada 200 pancang (pohon), penghasilannya cukup menggiurkan. Karena setiap pohonnya dapat menghasilkan hingga 10 kg. Tinggal menghitung saja berapa banyak pendapatan bakal diterima Jumadi setiap panenan, yakni antara bulan Desember hingga Mei. 
Usia pohan Naga pun sangat panjang, tentu akan menambah oplah. Karena tak harus 2 atau 3 tahun sekali memperbarui bibit. Pohon Naga bisa berusia dan berbuah sampai 25 tahun. Tak perlu waktu panjang sudah dapat mengembalikan modal. 
Memprihatinkan di Ponorogo, terlihat para petani kepentok modal untuk memulai budidaya buah yang berkhasiat bagi kesehatan tersebut. Hal itu lantas menjadi secercah harapan Jumadi, perlunya uluran tangan dari pihak pemerintah. Karena ia yakin, secara umum akan membangun tingkat pertumbuhan ekonomi di Ponorogo. (maulana malik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar