Resource

Senin, 30 Januari 2012

Kampung TKI ; Sukorejo

Potret Kampung Ku
edisi 5 / seputar ponorogo 31 januari - 5 februari 2012


 
Jaminan Sandang, Pangan , Papan

Memasuki satu desa di kecamatan Sukorejo membuat rasa syukur memuncak. Tak ada kemiskinan itulah ungkapan yang terkadang hanya dibatin saja. Rumah keramik rapi berjajar, halaman luas paving, motor-motor baru serta beberapa rumah yang dihiasi mobil. Benar-benar menunjukkan status ekonomi yang setara cukup bahkan lebih. Semua ini didapat bukan hanya dengan berpangku tangan, menadah, dari olahan sawah atau sebagai pekerja kantor. Namun mereka adalah pejuang ekonomi hingga ke Luar Negeri. Menjajaki kehidupan dinegeri orang. Iming-iming keberhasilan, kekayaan, serta kemuliaan ketika pulang serta kurangnya lapangan kerja dan minimnya gaji,  membuat Sukorejo mencapai angkka bombastis untuk TKI pada 2011.
Mereka meninggalkan kehidupan yang telah dibangunnya sekian lama untuk membawa keluarga duduk digaris pantas  dalam pranata social. Belum lagi beberapa ketakutan pahit yang menimpa TKI dan TKW asal Indonesia. Kekhawatiran keluarga yang ditinggalkan akan berlarut, tak dapat terhapuskan oleh wesel berupa tabungan gaji bulanan yang mencapai angka jutaan.
Korea, Hongkong, Taiwan, Saudi masih menjadi tujuan TKI. Sepertinya disana masa depan lebih terjamin daripada Indonesia. “disana itu kerja gajinya lebih besar, perbandingannya terbalik” ungakap Saifudin, TKI dari Desa Klingkong, Sukorejo kemaren (27/01). Menurutnya 3 tahun di Luar Negeri saja sudah bisa untuk modal usaha.

Fakta
Sebagai kabupaten dengan angka TKI tinggi Ponorogo mampu melenggang, nyatanya dibeberapa daerah yang tergolong miskin  saat ini, seiring dengan banyaknya TKI yang datang sedikit terangkat dalam klasifikasi klas social. Tahun 2011 Dinas Sosial tenaga kerja dan Transmigrasi dapat mendapatkan angka yang tinggi utnuk TKI Ponorogo. Dalam starata 3 besar Dinsoskertrans, Sukorejo menduduki deretan pertama dengan jumlah…., selanjutnya Jenangan…… dan Babadan….. 
Pasca menjadi pekerja di luar negeri secara tidak langsung para TKI diharapkan lebih mampu menjadi yang baik dalam perihal kehidupan. Untuk ini Dinsoskernas sebagai Dinas terkait dengan ketenaga kerjaan mempunyai satu program khusus yakni pelatihan pasca TKI. “mereka harus mampu memanfaatkan apa yang telah didapatnya, setidaknya mereka bermanfaat untuk keluarganya sendiri. Dan lebih luasnya untuk masyarakat” ungkap Agung Kepala Dinsoskertrans.
Beberapa fakta yang masih menimbulkan urut dada adalah kasus beberapa TKI yang bermasalah di luar negeri. Atau mereka yang pulang tanpa membawa penghasilan dan lagi mereka yang tidak mengembangkan apa yang didapat, namun hanya bertahan untuk menikmati saja. Akhirnya semua uang yang dikumpulkan habis begitu saja.
Sampai sejauh ini pihak Dinsoskertrans masih sangat mendukung pengiriman TKI. “toh di sini kita tidak bisa menyediakan lapangan kerja, dan mereka sejauh ini masih positif. Kami bekerja sama dengan PJTKI akan memudahkan dan tetap memantau mereka” ungkapnya lagi. 
Hal yang demikian juga dibenarkan oleh Maryono selaku Lurah Klingkong. Bahwasannya menurut Maryono banyaknya TKI yang berangkat dipicu oleh sedikitnya lapangan pekerjaan, dan upah tenaga kerja. Penduduknya yang berangkat rata-rata sebagai tumpuhan ekonomi keluarga, dan mereka pulang dengan aman dan hasil. “walaupun kecil-kecil mereka telah usaha, malah yang dari Malaisya itu sekarang kalau ada pembangunan keterampilannya digunakan” ungkapnya. Sejauh ini pula kelurahan Klingkong sangat mempermudah proses ijin dan pengetahuan desa terhadap TKI.

Katrol Perekonomian Rakyat
Masih sangat melekat sebuah peryataan bahwa TKI adalah Pahlawan Devisa. Seperti halnya penyelamat. Walaupun tidak 100% masyarakat sependapat dengan hal itu, namun setidaknya para TKI mampu mewujudkan diri sebagai elemen pengatrol perekonomian rakyat. “hal demikian muncul karena semua orang juga tahu didesa-desa rumahnya bagus-bagus, rumah siapa itu?TKI. setidaknya sandang, pangan, papan mereka terangkat” tutur Agung sepakat.
Bertahan hidup pun akan mereka lakukan dengan mendirikan uasaha. Inilah yang nantinya akan menjadi secercah harapan untuk mewujudkan lapangan kerja baru. Selain itu juga pemutusan pengangguran serta menciptakan masyarakat yang mandiri.
Namun tidak lantas mudah mengawali hidup dan bekerja di negeri orang nun jauh dari tanah kelahiran. Saifudin contohnya, dalam ceritanya obrolan, tak segan dia menceritakan pengalamannyasebagai buruh dinegeri orang. Mulai dari kebinggunagn untuk tidak bisa berbahasa, sampai pada perlakuan militer untuk pekerja baru. Lelaki 42 tahun yang mulai berangkat sebagai TKI tahun 92 ini, merasakan bagaimana setiap hari dirinya selalu dicacimaki jika salah sedikit saja. Namun 6 tahun dinegeri orang tentunya membuatnya paham dan terampil serta ulet. “yang sudah mahir malah entang kerjanya karena sangat dihargai dan desegani” akunya.
Dalam hal ini Tetik istri Saifudin pun membenarkan. Tetik yang juga TKI asal Saudi menuturkan, menurutnya kesenangan di negeri orang hanya karena uang saja, yang namanya kedamaian tetap dikampung halaman. Pasangan TKI Klingkong yang telah 4 tahun membuka usaha ayam petelur ini merasa bangga.  “saya 6 tahun jadi TKI, hasilnya jauh dari 6 tahun di Indonesia. Sekarang membuka usaha ternak biar bisa santai. Saya tidak mau disuruh-suruh lagi” uangkap Saifudin bangga.
Harapan yang muncul dari Dinsos pun mengalir, yakni nantinya dengan adalah TKI diharapkan akan bermunculan lapangan pekerjaan. Sehingga berguna bagi masyarkat luas dan tentunya tidak hanya bermanfaat untuk keluarga sendiri tapi juga untuk Ponorogo. “kalu lapangan kerja banyak, jaminan kehidupan semakin tinggi tentunya tidak akan ada lagi yang jadi TKI” unkap Agung.
Klimaks inilah yang dinanti sebagai puncak keberhasilan. Saifudin pun mengaharap agar pemuda lebih giat bekerja, menurutnya tak ada salahnya jika harus mencari modal ke luar dahulu, namun harus dikembangkan sebagai usaha di Indonesia. “yang kita dapat kan juga tidak hanya uang, tapi pengetahuan” ungkapnya lagi.
REPORTER Muhamad Budi